Sungguh tersiksa, tatkala hati ini tak berniat melukai, namun menjadi salah arti. Karena koleris yang mendominasi. Tak bermaksud menyalahkan apapun, siapapun, hanya ingin menarik makna dari fitnah. Agar fitnah tak menjadi kejam membelah hati.
Terlahir dengan kepribadian yang koleris bukan ingin ku. Ini karunia yang melekat dengan segala kelebihan dan kekurangan nya. Tindakan yang responsif dan kadang berjalan lebih awal dari pikir ku yang setelahnya baru tersadar, sehingga jadi banyak celah untuk salah. Tanpa sengaja menggores luka lewat kata yang terutara seketika. Namun percayalah, aku hanya ingin yang terbaik pada segala sesuatu disekitarku.
Banyak mau dan ingin sempurna selalu. Itu juga menjadi salah satu kelemahan ku. Menyadari diri tak mampu mengurangi rasa ini. Semua berdesakan di kepala. Selalu berani tanpa perhitungan mengambil keputusan dengan segala resiko nya. Jiwa yang terlalu bersemangat dan tak bisa diam. Mulut yang kadang bicara saja tentang segala kebenaran walaupun itu menyakitkan orang lain. Sadar atau tidak, semua meluncur dengan santainya. Pahamilah, tak ada niat untuk menyakiti atau mendominasi. Bukan pula sebuah ambisi. Tak lebih dari rasa tak nyaman menjadi seperti kemarin lagi. Semuanya ingin lebih baik dari sebelumnya.
Tak ingin, tapi terus terjadi. Semoga bisa lebih bersabar dan mawas diri. Agar tak bertambah barisan sakit hati. Maafkan diriku yang tak mampu mawas diri agar jadi lebih berarti. Emosi tak berarti Mambawa ku dalam penyesalan yang mendalam. Semua fitnah menyadarkan ku akan pentingnya mawas diri. Tak perlu banyak reaksi tatkala hati belum mampu mengevaluasi. Tak perlu terlalu responsif ketika belum sempat mencerna kata hati. Terimakasih para pembenci yang telah memberikan makna diri. Menyadarkan ku akan segala kekurangan sebagai bahan koreksi. Bertekad menjadi lebih baik dengan tetap mawas. Sekali lagi terima kasih dan maaf atas semua yang terjadi tanpa disadari. Tolong untuk terus mengingatkan tanpa mesti membenci.