Beberapa bulan terakhir ini, Sosial media sedang gempar tulisan tentang Kisah orang-orang yang diremehkan namun tetap semangat dan membuktikan bahwa mereka mampu. Cemoohan kadang memang membuat jiwa memberontak, tidak terima, marah, kecewa, dan perasaan lainnya. Namun yang ingin saya garis bawahi disini adalah sikap mereka mensiasati perasaan tersebut. Kemudian arah mereka mempersalahkan guru sebagai pihak yang bersalah akan ketidakberhasilan yang mereka capai. Sikap yang menurut saya tidak pantas mereka tujukan. Bukan karena keberpihakan saya pada guru, tapi lebih ke arah keberkahan ilmu.

Saya juga mantan siswa yang bisa dibilang tidak lurus-lurus saja di kelas. Seringkali saya harus berurusan dengan wali kelas dan Guru Bimbingan Konseling. Bahkan pernah sampai menghadap kepala sekolah bersama Orang Tua. Benar…itu cambuk saya untuk menjadi sukses. Saya tidak mendedikasikan kesuksesan atau keberhasilan yang saya capai untuk cemoohan guru-guru saya. Saya justru sangat berterima kasih atas pendidikan yang telah mereka perbuat terhadap saya saat itu. Karena sikap antagonis mereka telah menyadarkan kesalahan saya ketika itu. Sakit hati?…tentu tidak sama sekali. Saya sangat menyadari kemarahan mereka karena besarnya harapan mereka untuk kesuksesan kita di masa depan.

Jika saja boleh berandai-andai. Bisa jadi saya tidak seperti sekarang. Keras nya kata-kata beliau semua membangunkan kesadaran terdalam saya. Harus Sukses, tak ada pilihan lain selain sukses. kesadaran yang hadir karena jiwa yang dicemooh lantaran sayang yang tak hingga. Ucapan guru adalah berkah yang termahal dalam hidup saya. Tak Mungkin akan saya publish dan balik mencemooh. Berkat beliau saya mampu terus berdiri dan mengamalkan ilmu yang mereka ajarkan. Kembali lagi keberkahan ilmu yang melekat sampai sekarang. Bisa jadi karena doa mereka saya seperti sekarang ini.

PPL-PPG Desember 2021

Kita semua sadar, banyak orang pintar tapi tidak memberikan banyak kebermanfaatan. Banyak orang hebat, tapi tidak membawa perubahan. Mungkin karena hilangnya keberkahan dari setiap tetesan ilmu yang kita serap. karena kurangnya adab dalam menuntut ilmu. Dunia teknologi memang memberikan banyak kemudahan dalam menuntut ilmu, tapi bukan berarti kita melupakan adabnya. Guru tak kan pernah bisa tergantikan dengan teknologi secanggih apapun. Adab dan etika, perlakuan dan perasaan harus selalu bisa dimanipulasi setiap menghadapi masing-masing siswa dengan keragaman karakter nya.

Hilangnya keberkahan ilmu juga terlihat dari berbagai kejadian yang berseliweran di media elektronik sekarang. Siswa melaporkan guru ke meja hijau. Guru dipukuli siswa nya sampai babak belur bahkan ada yang sampai meregang nyawa. Tidak hanya hubungan guru dan siswa, bahkan hubungan orang tua dan anak pun seperti tidak bernilai lagi. tidak ada rasa hormat terhadap orang tua.

Dimana tercecer nya adab dan etika ketimuran kita? Dimana hilangnya budaya bangsa dengan kesopansantunan nya? Dimana terbangnya kehormatan kita sebagai manusia yang berbudi pekerti???

Mari kita sama-sama merenung dan mempertanyakan pada diri …

Mari diskusi

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.