Share

Belum bisa Move On

by Erni Yunita · 6 Juni 2018

Cinta pertama memang susah dilupakan. Bahasa anak muda sekarang, susah move on. Singkat sekali waktu dirasa, saat diri dimabuk cinta. Cinta bukan drama nafsu, maknanya luas dan melegenda. Anak pertama sangat dicinta, mainan pertama tak rela dilepas walau sudah ada yang lain.

Pekerjaan pertama begitu merenda rindu tak berkesudah. Ditakdirkan menjadi pendidik adalah anugerah tak terduga. Awalnya berjalan seadanya tanpa makna. Hanya ingin membuat orang tua bahagia. Semakin dijalani, semakin cinta meraja. Menyenangkan tak terperi saat melihat wajah penuh tanya menatap penuh suka cita. Wow, pemandangan yang sulit digambarkan dengan kata-kata. Saat celoteh spontan menyeruak di keheningan kisah. Mereka sungguh menginspirasi. Mereka semua adalah pendidik ku yang sebenarnya.

Tempat pertama menjalankan amanah berat sebagai orang yang mampu di gugu dan ditiru tak pernah lepas dari pelupuk mata. Sangat mempesona dengan sejuta kisah. Saat pertama kali melangkah dan terpaksa berdiri di depan kelas, yang ternyata adalah kelas akselerasi.

Sebuah rasa yang tak terlukiskan. Nikmat yang tak mampu dirasakan banyak orang. Saat semua mata menatap penuh harap, hati ini tertunduk malu dan berdoa, mampukan hamba mu ini ya Rabb. Tuntunlah lisan ini agar tak salah mendidik. Kuatkan hati ini menjaga amanah Mu.

Di tempat pertama inilah cinta bersemi indah, merajut lembaran cerita indah. Bersyukur dipertemukan dengan rekan kerja yang sudah seperti orang tua sendiri. Mereka tak sungkan menegur saat salah. Mereka selalu memotivasi jika semangat melemah. Tak segan menegur ketika aku bersikeras dengan idealisme yang salah. Disinilah sebenarnya kampus ku menjadi pendidik. Mengajar sambil belajar. Aku belajar banyak hal. Tak hanya belajar seluk beluk dunia pendidikan, tapi juga pelajaran hidup di dunia nyata. Pengalaman yang tak terlupakan. Terima kasih “mama” dan “ayah”, dunia di luar memang kejam. Sulit menebak kawan dan lawan. Masih teringat kata-kata sebelum aku memutuskan pindah, “tempat kerja mudah ditemukan, tapi kekeluargaan seperti disini tak mudah kau temui, nak. Teruslah berbuat baik, walaupun kau tak mendapatkan itu.”

Kelas pertama yang dipercayakan ditempat yang baru sangat menguras cinta. Pertama melangkah, ada ragu yang menyelinap. Mungkinkah aku bisa bersama mereka. Wajah tak bersahabat dengan senyum sinis. Tajam sampai ke hati. Ku coba merayu hati untuk tetap teduh. Mereka anak-anak hebat yang menanti sentuhan kasih seorang pendidik. Mendidik dengan cinta, menjauhkan perasaan yang mengganggu keutuhan cinta. Semoga bisa…

Jika hati yang berbicara, maka hatipun yang akan menjawab. Cinta pun bersambut indah, walau belum semua. Perlu ada kepercayaan sebelum menggenapkan cinta. Percayalah, aku menemukan banyak potensi di tengah-tengah keramaian mereka. Mereka anak-anak hebat dengan berjuta keunikan. Anugerah Allah yang harus dijaga hatinya. Mereka sangat memesona, penuh gairah semangat juang yang belum terarah. Berdoa pada Allah, semoga mereka bisa menerima ku menjadi bagian dari mereka. Sampai akhirnya detik dimana waktu tak lagi bisa bersama. Sedih, tapi dunia menanti mereka. Doa penuh cinta selalu untuk kalian.

Kendaraan pertama yang ku beli dengan penuh cinta. Walau susah mengurus pajak nya, aku tetap mencintainya. Tak banyak alasan, selain karena dia cinta pertama ku. Banyak kisah yang kulewati bersama spacy ku sayang. Sejak pagi buta menembus dinginnya suasana mengantar ku sampai ditempat kerja, menunggu sampai kembali pulang. Malam-malam buta mengantarkan ke rumah sakit, ketika si kecil demam tinggi tak kunjung turun. Spacy pun menjadi saksi perjalanan cinta bersama suami. Mengantar suami setiap Minggu malam untuk kembali ke kota metropolitan menjemput rejeki. Untuk kemudian kembali Jumat subuh minggu berikutnya. Semua dijalani penuh cinta.

Begitulah sekilas cerita cinta pertama di kehidupan ku. Semoga bisa menginspirasi

You may also like